10.23.2012

Analisa Cuka Metode Alkalimetri

Metode analisis dengan volumetri ataupun titrimetri menggunakan prinsip asam basa adalah asidi alkalimetri. Proses ini digunakan dalam perhitungan untuk menentukan kadar suatu zat berdasarkan perhitungan volume dengan larutan standar yang telah diketahui kadarnya dengan tepat. Dalam percobaan ini yang dilakukan adalah titrasi asam yaitu menentukan konsentrasi asam cuka dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH).
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
.    Alat dan Bahan
            1. Alat
Alat yang digunakan dalam percoban ini adalah sebagai berikut:
1.      Buret
2.      Timbangan tekhnis dan analitis
3.      Erlenmeyer
4.      Pipet tetes
5.      Labu takar 50 ml

             2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      NaOH 0,1 M
2.      Fenolftalein 1%
3.      Asam cuka
   Prosedur Kerja
            2.      Penetapan Kadar Asam Cuka Perdagangan
-          Timbang 2,0 g sampel
-          Masukkan kedalam labu takar 50% tambah aquades sampai tanda,campur hingga homogen
-           Kemudian pipet 5,0 ml sampel dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
-            Ditambahkan 2  tetes indikator fenolftalein 1%
-           Titrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi
-          Diamati perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
Daftar pustaka:



10.15.2012

benzoat dan salisilat

Bahan tambah pangan menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 mendefinisikan bahwa tambah makanan adalah bahan yang tidak bisa dikonsumsi sebagai makan dan biasanya bukan merupakan komposisi atau ingredien khas makanan,dapat bernilai gizi,atau tidak bernilai gizi,ditambah kedalam makanan dengan sengaja untuk membantu tekhnik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyimoanan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan,penyimpanan produk makanan olahan,agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak) suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pengawet makanan merupakan bahan makanan yang dapat mencegah dan menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan makanan tambahan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang mudah mengalami kerusakan atau mempunyai masa simpan tidak lama. Dengan demikian tujuan utama dari penambahan bahan pengawet dalam bahan makanan adalah untuk mencegah kerusakan bahan makanan tersebut oleh karena aktifitas mikroorganisme baik golongan jamur, ragi, maupun bakteri, sehingga mempunyai masa simpan lebih lama. Bahan pengawet aman digunakan jika  sesuai dengan kadar yang telah ditentukan. Salisilat, benzoat, dan borak merupakan bahan tambahan yang biasanya ditambahkan pada makanan yang berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia dan terakumulasi dalam tubuh. Efek dari bahan tambahan yang berbahaya bersifat kronis yang biasanya menyerang organ-organ tubuh penting.

C.       Alat dan Bahan
1.     Alat :
a.       Corong pemisah
b.      Pipet ukuran 1ml, 5ml, 10ml
c.       Cawan porselin
d.      Tabung reaksi
e.       Tabung erlenmeyer
f.       Pipet tetes
g.      Bunsen
h.      Kompor listrik
i.        Pinset
2.    Bahan :
a.       H2SO4 4N
b.      Eter
c.       FeCl3 1%
d.      Aquabromata
e.       HNO3 pekat
f.       Ammonium sulfida
g.      H2SO4 pekat
h.      Ammonia pekat
i.        Ca(OH)2 10%
j.        Kertas curcuma
k.      Alkohol
l.        KNO3 kristal
m.    HCl 10%
n.      Methanol

D.      Prosedur Kerja
1.     Pemeriksaan Salisilat dan Benzoat
a.       Memasukkan 25ml sampel cair ke dalam corong pemisah.
b.      Menambahkan beberapa tetes H2SO4 4N hingga asam (cek dengan kertas lakmus).
c.       Menambahkan 10-15ml eter, digojok (gojokan pertama gas yang timbul dikeluarkan melalui kran, begitu pula pada gojokan berikutnya sampai gas habis, kmudian dilakukan penggojokan cepat selama 30-60 detik)
d.      Corong pemisah didiamkan dalam kondisi tegak sampai terlihat dua lapisan terpisah (lapisan atas adalah eter, lapisan bawah adalah cairan sampel).
e.       Lapisan eter diambil, dibagi dalam 2 cawan porselin (1 cawan untuk pemeriksaan salisilat, 1 cawan untuk pemeriksaan benzoat). Eter pada masing-masing cawan diuapkan pada suhu kamar sampai kering.
f.       Untuk sampel berupa padatan, ekstraksi dilakukan denganlabu erlenmyr tutup asah, ekstrak eter diambil dengn jalan penuangan.

Identifikasi Salisilat
a.       Ekstrak eter pada salah satu cawan porselin diatas ditambah beberapa ml aquades, diaduk-aduk, selanjutnya dibagi dalam 3 tabung reaksi.
b.      Pada tabung reaksi I ditambah 1-2 tetes FeCl3 1% , timbulnya warna ungu menunjukkan adanya salisilat.
c.       Pada tabung reaksi II ditambah beberapa tetes aquabromata, timbulnya kekeruhan/endapan putih menunjukkan adanya salisilat.
d.      Pada tabung reaksi III ditambah 1-2ml H2SO4 pekat dan 2-4ml etanol, selanjutnya dipanaskan dengan api kecil sampai mendidih. Uap yang timbul dicium, adanya bau harum (etil salisilat) menunjukkan adanya salisilat.



10.01.2012

protein metode kjedahl



KJELDAHL
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu
asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
            Pengertian protein adalah senyawa C,H, O dan N, berupa senyawa organic kompleks yang mengandung N. unsur terakhir itu terdapat sebagai gugus amino (-NH2) yang khas ada dalam asam amino hewani. Asam amino merupakan bahan pokok pembuatan protein. Contoh : salmin, rumus kimianya C30H57N17O6 (suatu protamin) dan amin, rumus kimianya C16H32N9O2 juga suatu protamin yang dapat membentuk asam-asam diamino dalam jumlah besar. unsur-unsur lain yang mungkin ada dalam protein adalah S dan P, contoh dalam hemoglobin yang rumus kimianya C750H1203N195S3FeO218, dan protagon dengan rumus kimia C108H360N5PO35.
            Protein merupakan substansi dasar utama dalam pembuatan protoplasma. Protein membentuk protoplasma itu dapat dibagi menjadi 3 kelas :
a. Protein sederhana contoh albumin, globulin, glutein, skkleroprotein dan protamin
b. Protein tasrif (konjugasi) seperti glikoprotein, fosfoprotein, kromoprotein, lesitoprotein dan
c. Protein turunan (derivate), seperti metaprotein, proteosa, peptin, peptide, protein koagulasi.

            Protein terdapat dalam hampir segala macam makanan. Tapi ada makanan yang mengandung jauh lebih banyak dari yang lain. Makanan yang paling banyak mengandung protein ialah susu, telur, keju, daging, biji-bijian yang masih berkulit ari, kacang tanah dan kedelai. Karena daging itu umumnya mahal, banyak keluarga mungkin tidak sanggup membelinya. Karena berbagai sebab, ada keluarga yang lebih menyukai makanan tanpa daging. Dan salah satu sumber protein yang patut diperhitungkan ialah kedelai. Makanan yang sederhana ini mengandung protein yang lengkap. Kedelai ditanam di Tiongkok dan di Jepang berabad-abad lamanya, lama sebelum sejarah negara-negara ini ditulis. Kedelai ini mengandung banyak sekali protein. Ia mengandung protein dua kali lebih banyak ketimbang yang ada dalam daging, bahkan sampai empat kali lebih banyak ketimbang yang ada dalam telur. Intinya, tiap hari kita harus mengkonsumsi telur.

Daftar pustaka:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/zoology/2099376-definisi-protein/